Pada saat mendengar istilah Partai Politik atau biasa disingkat dengan Parpol, apa yang terpikir pertama kali? Pemilu, bendera, kaos, sembako, atau kampanye? Yah, memang Parpol identik dengan itu semua. Namun apa sih sebenarnya lembaga yang bernama Parpol tersebut.
Parpol beranggotakan orang-orang yang konon katanya disebut para politisi. Mereka menjadi anggota Parpol dengan harapan kelak menjadi anggota DPR, DPRD, bupati, walikota, gubernur, dan presiden. Semuanya jabatan yang berkaitan dengan posisi kekuasaan, dan kekuasaan secara langsung berdampak pada bertambahnya kekayaan. Nah, jadi Parpol memiliki tujuan mencari ‘kekayaan’.
Sebenarnya Parpol memiliki peran apa di masyarakat? Peran memberikan pendidikan politik atau peran meningkatkan kesejahteraan? Sepertinya itu kok tidak terasa, hanya saat kampanye saja mereka aktif berkeliling menyampaikan visi misi partainya sambil bagi-bagi kaos, uang, dan sembako.
Saat kampanye, banyak anggota Parpol yang menjadi ‘orang baik’. Mereka suka berkeliling ke tempat-tempat kumuh, berdialog, bagi-bagi sembako, menyumbang fakir miskin, mengadakan kegiatan keagamaan, bahkan tidak sedikit anggota Parpol yang tampak bersedih bila ada masyarakat yang kesulitan. Saat ada bencana alam, apalagi pas sedang kampanye, Parpol berlomba-lomba menyumbang ke korban bencana. Bener nggak sih perannya sebaik itu?
Lalu, kalau Parpol memang jadi kendaraan untuk mengantarkan seseorang duduk di kursi kekuasaan, apakah wakil-wakil Parpol itu benar-benar bekerja untuk rakyat. Akhir-akhir ini banyak anggota Parpol atau pejabat yang didukung Parpol terseret kasus korupsi. Lalu bagaimana tanggung jawab Parpol tersebut, apakah mereka menjamin produk politisinya memang layak atau justru produk politisi yang bejat.
Istilahnya sebuah pabrik, barang yang diproduksi harus dijamin kualitasnya sesuai dengan yang tertera di labelnya. Kalau Parpol diibaratkan dengan pabrik, harusnya ada jaminan purna jual bila produknya cacat. Pabrik berani menjamin uang kembali atau ganti barang baru bila produknya cacat. Parpol juga harus berani demikian, bila para politisi yang dihasilkan ternyata cacat produksi, terlibat korupsi misalnya, yah mereka harusnya bertanggung jawab.
Pabrik yang banyak menghasilkan barang cacat bisa berhenti produksi, nah Parpol juga harus demikian. Artinya, bila banyak hasil produk politisinya yang cacat, sebaiknya berhenti beroperasi alias bubar. Jadi dengan demikian, kalau meniru tindakan pabrik, maka banyak Parpol yang bubar, atau bahkan semua Parpol di negeri ini bubar. Mungkin lebih baik begitu ya….?
Kenyataannya sebaliknya, bukan Parpol bubar, tapi malah banyak berdiri Parpol baru dengan nama-nama yang mentereng dan terkesan berjuang demi rakyat. Mulai dari nama sejahtera, republik, demokrasi, demokrat, rakyat, dan lain-lain yang bikin kita sulit untuk menghapal. Bahkan saking bingungnya, banyak parpol dengan nama mirip atau logo yang mirip, paling tidak sedikit modifikasi gambar atau perubahan warna.
Parpol dibiayai oleh anggotanya dengan sistem iuran, sebagian berasal dari donatur. Parpol juga mendapat dana dari pemerintah yang jumlahnya disesuaikan dengan perolehan suara. Dana operasional Parpol sangat besar, terutama untuk dana penggalangan dukungan massa. Besarnya dana operasional Parpol inilah yang membuat anggotanya bekerja keras mencari sumber pendanaan, dengan cara apapun, halal ataupun haram.
Jadi, apakah Parpol dengan segala produk cacatnya masih diperlukan di negeri ini? Mengapa pula sekarang banyak bakal calon kepala daerah yang maju dari jalur independen tanpa dukungan Parpol. Apakah mereka sudah tidak percaya lagi kepada Parpol. Jadi ibarat pabrik, kalau sudah banyak kegagalan perlu diganti mesin produksinya atau ditutup saja. Biarlah masyarakat yang menilai, karena masyarakat sekarang sudah cerdas dalam memilih wakil-wakilnya. Yang jelas, kepada para politisi, janganlah sekali-kali membohongi rakyat.