Goda-Gado dan Unag-Uneg

3 Januari, 2013

2012 in review

Filed under: Uncategorized — palguno @ 8:43 AM

The WordPress.com stats helper monkeys prepared a 2012 annual report for this blog.

Here’s an excerpt:

The new Boeing 787 Dreamliner can carry about 250 passengers. This blog was viewed about 1.300 times in 2012. If it were a Dreamliner, it would take about 5 trips to carry that many people.

Click here to see the complete report.

16 Februari, 2012

Partai Politik

Filed under: Uncategorized — palguno @ 10:24 AM
Tags: , ,

Pada saat mendengar istilah Partai Politik atau biasa disingkat dengan Parpol, apa yang terpikir pertama kali? Pemilu, bendera, kaos, sembako, atau kampanye? Yah, memang Parpol identik dengan itu semua. Namun apa sih sebenarnya lembaga yang bernama Parpol tersebut.

Parpol beranggotakan orang-orang yang konon katanya disebut para politisi. Mereka menjadi anggota Parpol dengan harapan kelak menjadi anggota DPR, DPRD, bupati, walikota, gubernur, dan presiden. Semuanya jabatan yang berkaitan dengan posisi kekuasaan, dan kekuasaan secara langsung berdampak pada bertambahnya kekayaan. Nah, jadi Parpol memiliki tujuan mencari ‘kekayaan’.

Sebenarnya Parpol memiliki peran apa di masyarakat? Peran memberikan pendidikan politik atau peran meningkatkan kesejahteraan? Sepertinya itu kok tidak terasa, hanya saat kampanye saja mereka aktif berkeliling menyampaikan visi misi partainya sambil bagi-bagi kaos, uang, dan sembako.

Saat kampanye, banyak anggota Parpol yang menjadi ‘orang baik’. Mereka suka berkeliling ke tempat-tempat kumuh, berdialog, bagi-bagi sembako, menyumbang fakir miskin, mengadakan kegiatan keagamaan, bahkan tidak sedikit anggota Parpol yang tampak bersedih bila ada masyarakat yang kesulitan. Saat ada bencana alam, apalagi pas sedang kampanye, Parpol berlomba-lomba menyumbang ke korban bencana. Bener nggak sih perannya sebaik itu?

Lalu, kalau Parpol memang jadi kendaraan untuk mengantarkan seseorang duduk di kursi kekuasaan, apakah wakil-wakil Parpol itu benar-benar bekerja untuk rakyat. Akhir-akhir ini banyak anggota Parpol atau pejabat yang didukung Parpol terseret kasus korupsi. Lalu bagaimana tanggung jawab Parpol tersebut, apakah mereka menjamin produk politisinya memang layak atau justru produk politisi yang bejat.

Istilahnya sebuah pabrik, barang yang diproduksi harus dijamin kualitasnya sesuai dengan yang tertera di labelnya. Kalau Parpol diibaratkan dengan pabrik, harusnya ada jaminan purna jual bila produknya cacat. Pabrik berani menjamin uang kembali atau ganti barang baru bila produknya cacat. Parpol juga harus berani demikian, bila para politisi yang dihasilkan ternyata cacat produksi, terlibat korupsi misalnya, yah mereka harusnya bertanggung jawab.

Pabrik yang banyak menghasilkan barang cacat bisa berhenti produksi, nah Parpol juga harus demikian. Artinya, bila banyak hasil produk politisinya yang cacat, sebaiknya berhenti beroperasi alias bubar. Jadi dengan demikian, kalau meniru tindakan pabrik, maka banyak Parpol yang bubar, atau bahkan semua Parpol di negeri ini bubar. Mungkin lebih baik begitu ya….?

Kenyataannya sebaliknya, bukan Parpol bubar, tapi malah banyak berdiri Parpol baru dengan nama-nama yang mentereng dan terkesan berjuang demi rakyat. Mulai dari nama sejahtera, republik, demokrasi, demokrat, rakyat, dan lain-lain yang bikin kita sulit untuk menghapal. Bahkan saking bingungnya, banyak parpol dengan nama mirip atau logo yang mirip, paling tidak sedikit modifikasi gambar atau perubahan warna.

Parpol dibiayai oleh anggotanya dengan sistem iuran, sebagian berasal dari donatur. Parpol juga mendapat dana dari pemerintah yang jumlahnya disesuaikan dengan perolehan suara. Dana operasional Parpol sangat besar, terutama untuk dana penggalangan dukungan massa. Besarnya dana operasional Parpol inilah yang membuat anggotanya bekerja keras mencari sumber pendanaan, dengan cara apapun, halal ataupun haram.

Jadi, apakah Parpol dengan segala produk cacatnya masih diperlukan di negeri ini? Mengapa pula sekarang banyak bakal calon kepala daerah yang maju dari jalur independen tanpa dukungan Parpol. Apakah mereka sudah tidak percaya lagi kepada Parpol. Jadi ibarat pabrik, kalau sudah banyak kegagalan perlu diganti mesin produksinya atau ditutup saja. Biarlah masyarakat yang menilai, karena masyarakat sekarang sudah cerdas dalam memilih wakil-wakilnya. Yang jelas, kepada para politisi, janganlah sekali-kali membohongi rakyat.

26 Januari, 2012

Besar

Filed under: Korupsi — palguno @ 10:49 AM
Tags: ,

Bos BesarSesuatu yang besar biasanya dipilih daripada yang kecil, meski kadang yang kecil lebih baik daripada yang besar. Rumah besar dipilih daripada rumah kecil. Makanan porsi besar dihidangkan agar memenuhi kebutuhan makan seluruh keluarga. Pesta besar disukai karena lebih ramai daripada pesta kecil.

Namun akhir-akhir ini istilah besar mendapat ‘musibah’. Hal ini karena kata ‘besar’ dipakai untuk menyebut BOS BESAR dan KETUA BESAR yang merujuk pada orang atau oknum terkait masalah korupsi. Bos dan Ketua yang katanya besar, meski ukuran orangnya belum tentu besar, banyak disebut sebagai penerima uang suap ataupun komisi proyek pemerintah.

Jadilah orang besar, supaya bisa bermanfaat bagi orang lain. Berjiwa besar agar kuat dan tabah menerima cobaan. Itulah nasihat yang sering diberikan dari orang tua kepada anaknya. Namun apa jadinya jika orang besar bukannya bermanfaat bagi orang lain, namun justru menyusahkan orang lain akibat tindakan bejatnya melakukan korupsi.

Bos dan Ketua yang besar-besar tersebut bahkan konon suka minta apel, baik apel malang maupun apel washington. Ini lebih tragis lagi karena kedua istilah tersebut merujuk pada permintaan uang suap atau komisi dalam bentuk mata uang rupiah dan dolar amerika. Jadi, hati-hati bila suatu saat nanti ada teman pergi ke Malang, terus kita minta oleh-oleh apel malang, bisa-bisa kita dianggap minta uang suap atau terlibat korupsi.

Sungguh tragis memang nasib si besar dan si apel. Keduanya yang sebelumnya berkonotasi baik sekarang berubah total menjadi negatif. Lebih parah lagi dulu bila pulang kampung ada pujian “selamat ya, usahanya makin maju, sekarang sudah jadi bos besar”, sekarang bila disebut demikian kita jadi sedih.

Mungkin bos besar dan ketua besar tersebut mengkuti istilah mulut besar yang merujuk pada sombong atau tukang obral janji. Pantas saja bila nanti ada kalimat ‘JANGAN PILIH PARA BOS BESAR DAN KETUA BESAR YANG BERMULUT BESAR’ muncul ketika musim kampanye. Yah, memang demikianlah, jangan memilih orang-orang yang katanya besar apalagi bermulut besar yang hanya bisa mengobral janji ketika kampanye, tapi tidak bisa mewujudkan ketika sudah terpilih menjabat.

Bagi para pejabat negeri ini, bila masih ingin disebut orang besar yang bermanfaat bagi rakyat, kembalilah mengabdi dan bekerja untuk rakyat. Bagaimanapun mengurus negara bukanlah pekerjaan sampingan sambil menunggu masa kampanye, namun mengurus negara adalah pekerjaan utama demi rakyat yang telah memilih. Para politisi yang duduk di kursi empuk baik di senayan maupun di kementerian, tetaplah menjaga amanat untuk mensejahterakan rakyat. Karena dalam dunia politik kita tidak selalu bisa memilih siapa kawan dan siapa lawan, maka pilihlah rakyat sebagai kawan dan para politisi busuk sebagai lawan.

3 Januari, 2012

2011 in review

Filed under: Uncategorized — palguno @ 5:32 AM

The WordPress.com stats helper monkeys prepared a 2011 annual report for this blog.

Here’s an excerpt:

A San Francisco cable car holds 60 people. This blog was viewed about 1.800 times in 2011. If it were a cable car, it would take about 30 trips to carry that many people.

Click here to see the complete report.

9 Oktober, 2011

Lupa

Filed under: Korupsi — palguno @ 7:20 PM

Bukan hal yang aneh, bila ada orang yang lupa meletakkan sebuah benda. Bukan pula hal yang jarang terjadi bila seseorang lupa dengan janjinya. Bahkan bukan hal yang luar biasa juga bila ada orang yang lupa dengan apa yang pernah dilakukan.

Lupa, sifat alami manusia. Anak sekolah lupa dengan PR-nya, karyawan lupa dengan tugasnya, orang tua lupa dengan tanggal ulang tahun anaknya. Banyak hal terjadi yang sering ditutup dengan kata lupa.

Namun sekarang sepertinya kondisi lupa ini lebih sering dipakai oleh para pejabat atau petinggi negara ini yang terlibat dugaan korupsi. Mereka lupa pernah melakukan korupsi, lupa pernah menerima uang suap, lupa pula dengan asal-usul harta kekayaannya.

Lupa, seolah-olah menjadi mantra sakti ketika seseorang menjalani pemeriksaan dari pihak berwajib. Bahkan ada seorang tersangka korupsi yang lupa segalanya, tidak ingat apapun dengan semua yang pernah dilakukan. Lupa pula setelah pergi ke luar negeri, sehingga tidak pulang ke tanah air untuk menengok keluarganya.

Sebetulnya mereka benar-benar lupa atau sengaja melupakan diri, atau mungkin pura-pura lupa akhirnya lupa beneran. Ditanya pernah bertemu, dijawab lupa, ditanya sumber kekayaannya, dijawab lupa. Terus apakah mereka juga lupa dengan lingkungannya, mungkin juga mereka telah lupa dengan lingkungannya. Lupa bahwa dirinya adalah manusia yang hidup di lingkungan manusia.

Manusia hidup di dunia agar saling membantu. Bila lupa pada dirinya, bagaimana bisa saling membantu. Masih muda, kok sudah pelupa. Bukankah sifat lupa itu biasanya muncul karena pikun, dan pikun muncul ketika orang sudah tua. Memang anak muda bisa saja pikun, mungkin itu pikiran para koruptor atau para tersangka tindak pidana korupsi.

Masih muda, kan boleh saja pikun, itu pikiran mereka. Orang pikun tidak seharusnya menduduki jabatan publik di negeri ini. Maka bila ada pejabat publik yang sering bilang lupa atau tidak tahu, selayaknya mundur dari jabatannya. Kan bisa gawat bila pejabatnya pikun, lalu mereka lupa dengan peraturan yang dibuat sendiri.

Jadi, bagaimana menghukum orang yang lupa. Orang lupa tidak bisa dihukum, tapi kalau pura-pura lupa, ya tetap harus dihukum berat. Kalau seseorang lupa dengan asal-usul hartanya, sita saja harta itu untuk dibagikan ke rakyat.

Akhirnya, supaya kita tidak jadi pelupa, selalulah berbuat baik. Perbuatan baik akan menjadi pelindung diri kita di dunia dan akhirat. Jangan sampai ada yang bilang, “kamu kok pelupa amat sih mirip koruptor, jika ditanya selalu bilang lupa”.

Ingat, JANGAN LUPA, cuci kaki dan gosok gigi sebelum tidur.

13 Juni, 2011

Orang Sakit

Filed under: Korupsi — palguno @ 1:16 PM

Di televisi, di surat kabar, di internet, di radio, bahkan di angkutan umum obrolan tentang tersangka korupsi yang ngabur ke luar negeri menjadi hal yang umum. Mulai dari obrolan serius sampe yang hanya guyon, bahkan plesetan. Yah itulah salah satu bahan obrolan yang lagi populer saat ini.

Sebetulnya mereka itu memang bersalah atau tidak bersalah? Kalau tidak bersalah kenapa harus kabur. Lalu kok mudah sekali mereka kabur, padahal sedang jadi tersangka. Atau mereka bukan kabur, hanya “menghindar” saja karena takut dianggap salah. Tapi seharusnya kalau benar ya harus berani membela diri bukannya kabur.

Lebih lucu lagi, alasan yang umum  adalah mereka bukannya kabur, bukan menghindar, tapi mau berobat karena sakit. Lah kok sakit kenapa harus berobat keluar negeri, emangnya di Indonesia tidak ada dokter, tidak ada rumah sakit, tidak ada obat atau memang di Indonesia tidak ada tabib yang jagoan.

Sakit apa sih yang menyebabkan orang harus berobat keluar negeri. Sakit jiwa, sakit hilang ingatan, sakit mental, atau sakit yang menyebabkan orang alergi tinggal di Indonesia. Dulu waktu kecil, kita tidak boleh keluar rumah atau banyak bergerak ketika sakit. Tapi ini orang sakit malahan pergi keluar negeri, bahkan berpindah-pindah antar negara.

Bisa jadi bagi para tersangka korupsi, berobat di Indonesia tidak meyakinkan. Mereka merasa takut jika peralatan kedokteran di Indonesia tidak layak karena kualitasnya rendah. Kualitas rendah karena proses pengadaannya sarat dengan tindakan korupsi. Bagaimanapun urusan korupsi mereka kan sangat paham, soalnya mereka juga sangat berpengalaman melakukan mark up dan pemotongan anggaran demi kantong pribadi.

Atau jangan-jangan mereka itu sebetulnya “orang baik”. Mereka para tersangka korupsi itu tahu bahwa uang hasil korupsi itu haram. Jadi karena “kecintaan” mereka pada warga bangsa ini, maka mereka tidak tega membelanjakan uang haram tersebut di Indonesia. Jadi mereka membelanjakan uang haram di luar negeri. Menurut mereka biar saja rakyat negara lain yang kebagian uang haram.

Atau mereka itu benar-benar nasionalis sejati. Mereka tidak ingin penyakit mereka menular di masyarakat Indonesia, terutama penyakit yang suka mengambil hak milik orang lain. Walaupun jika ditelusuri lebih lanjut, bisa jadi bukan karena tidak ingin menularkan penyakit mereka ke orang lain, tapi takut keahlian mereka ditiru orang lain. Kan kalau banyak orang yang pandai melakukan korupsi, mereka nanti banyak dapat saingan dan pembagian jatahnya makin kecil.

Jadi apa yang sebetulnya terjadi, mereka itu sakit, berobat, atau memang sengaja kabur supaya tidak ditangkap aparat penegak hukum? Yang lebih parah lagi jangan-jangan mereka itu sudah lupa bahwa mereka itu warga negara Indonesia, makanya lebih suka tinggal di luar negeri. Yang jauh lebih parah lagi, jangan-jangan mereka itu lupa bahwa mereka itu manusia yang akan mempertanggungjawabkan semua perbuatannya nanti di akhirat.

Yang jelas, orang sakit fisik lebih mudah diobati, tapi kalau sakit jiwa, obatnya harus dari diri sendiri. Orang sakit punya keinginan sembuh, orang sehat jangan beralasan sakit hanya demi lepas dari tanggung jawab.

5 Mei, 2011

Umum yang Tidak Umum

Filed under: Uncategorized — palguno @ 3:29 PM

Ketika melihat angkutan umum di negeri ini, selalu yang muncul adalah pertanyaan apakah angkutan umum tersebut dikelola dengan baik atau sengaja dibiarkan tak terawat? Seharusnya angkutan umum dikelola dengan baik sehingga bisa melayani masyarakat dengan nyaman, aman, dan tentu saja murah tapi tidak murahan.

Namun kenyataannya adalah kondisi angkutan umum sangat tidak layak, terutama kereta ekonomi yang melayani rute Jabodetabek. Dengan jumlah penumpang yang melimpah, kondisi KRL ekonomi benar-benar tidak manusiawi. Gerbong yang kotor, pengap, penuh sesak dengan penumpang pada jam-jam sibuk.

Sudah banyak pihak yang membahas tentang kondisi KRL ekonomi yang tidak layak. Mulai dari fasilitas tidak terawat, jadwal keberangkatan dan kedatangan kereta yang tidak tepat, keamanan tidak terjamin, semua itu sudah sering dibahas. Namun entah pihak pengelola kereta api yang tidak pernah tahu, atau pura-pura tidak tahu, atau yang lebih parah sengaja menjadi tidak tahu, kritikan tentang kondisi KRL ekonomi itu tidak pernah menjadi perhatian.

Kita lihat, pagi hari ketika jam berangkat kerja dan sore hari ketika jam pulang kerja, penumpang KRL ekonomi berjubel dalam gerbong, tidak sedikit pula yang naik di atas gerbong. Keadaan ini akan makin bertambah parah bila ada jadwal keberangkatan kereta yang dibatalkan, otomatis penumpang dua kereta akan bergabung menjadi satu. Tidak jarang pula rangkaian KRL ekonomi hanya terdiri dari set alias hanya empat gerbong. Maka jadilah kumpulan penumpang makin dijejalkan dalam gerbong yang tersedia.

Heran sebetulnya bila melihat kondisi KRL ekonomi yang tidak membaik namun di satu sisi para pejabat dan wakil rakyat yang terhormat bisa menikmati fasilitas dengan penuh kemewahan dan kenyamanan. Sebetulnya mereka berpikir atau tidak? Atau memang pikiran mereka lebih diprioritaskan untuk mengamankan jabatan semata. Sudah bertahun-tahun kondisi KRL ekonomi di negeri ini tidak makin membaik, bahkan cenderung memburuk.

Sebagai angkutan umum, KRL ekonomi merupakan transportasi masal yang murah dan bebas macet. Murah seharusnya jangan menjadi murahan. Pemerintah mempunyai kewajiban untuk melayani rakyatnya agar bisa menikmati angkutan umum yang layak, murah, cepat, aman, dan nyaman. Begitu seharusnya angkutan umum masal. Sayang seribu kali sayang, angkutan umum menjadi tidak umum karena yang muncul adalah kondisi yang sumpek, tidak aman, dan lambat karena sering gangguan persinyalan.

Umumnya angkutan umum memberi kenyamanan bagi penumpangnya, namun memang angkutan umum di negeri memang tidak umum, artinya tidak baik. Atau memang yang umum di negeri ini adalah kondisi yang tidak baik?????

27 April, 2011

Ngurus Olah Raga, Tapi Tidak Sehat

Filed under: Uncategorized — palguno @ 12:34 PM

Konon katanya di dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang sehat. Tubuh sehat, jiwa sehat, pikiran sehat, akibatnya segala tindakan yang dilakukanpun berdampak baik. Itu idealnya, jadi bila seorang manusia bisa sehat jiwa dan raga akan menghasilkan perilaku yang sehat pula. Individu sehat membuat masyarakat sehat, masyarakat sehat membuat negara sehat, negara sehat akan membuat negara kuat.

Olah raga bisa membuat badan sehat. Pengen sehat, maka berolahragalah, itu nasehat umum yang sering kita dengar. Jadi, siapapun yang berolah raga akan selalu terjaga kesehatan badannya, termasuk orang yang ngurusin olah, seharusnya lebih sehat lagi.

Badan sehat karena olah raga, badan sehat membuat jiwa sehat, ngurus olah raga juga membuat lebih sehat. Namun yang terjadi lain, maksudnya yang terjadi di negeri ini. Pekan ini kita dikejutkan dengan dugaan korupsi pembangunan wisma atlet Sea Games yang akan berlangsung di Palembang. Kasus ini melibatkan sekretaris Kementerian Pemuda dan Olah Raga.

Kementerian Pemuda dan Olah Raga yang salah satu tugasnya mengurusi olah raga di negeri ini harusnya berisi orang-orang sehat, terutama sehat jiwanya. Tapi yang terjadi malahan lain, kasus korupsi untuk sarana pendukung suatu kegiatan olah raga. Nah, ternyata olah raga di negeri ini diurus oleh oknum-oknum yang berjiwa tidak sehat.

Belum lama kita masih dijejali dengan pemberitaan kisruh di PSSI, sebuah organisasi yang mengurus sepak bola di negeri ini. Sekali lagi, olah raga dikelola oleh orang-orang yang tidak berjiwa sehat. PSSI jadi ajang perebutan kekuasaan, bukan menjadi organisasi yang menaungi kegiatan olah raga yang paling merakyat di negeri ini.

Sebetulnya apa yang terjadi di negeri ini? Apakah memang sudah tidak ada yang berjiwa sehat? Jawabannya masih banyak orang berjiwa sehat di negeri ini. Sayangnya justru orang-orang yang tidak berjiwa sehatlah yang muncul di depan mengelola negeri ini. Akibatnya sulit negeri ini untuk cepat menjadi negara maju. Ibarat orang sakit, sulit untuk bangun agar menjadi lebih baik.

Tawuran suporter sepak bola, perkelahian antar pemain sepak bola, prestasi olah raga yang tidak memuaskan, korupsi di kalangan pengurus organisasi olah raga, perebutan kekuasaan, itulah yang mewarnai dunia olah raga kita. Sekali lagi karena olah raga diurus oleh orang-orang tidak berjiwa sehat. Atau karena mereka memang tidak berjiwa sehat makanya jadi pengurus olah raga, harapannya agar sehat. Masalahnya bukan badan yang tidak sehat, tapi pikirannya memang sakit. Kalau yang sakit pikiran, olah raga sebaik apapun sulit untuk bisa menyembuhkannya.

Badan sakit bisa disembuhkan dengan olah raga. Pikiran sakit tidak sembuh dengan olah raga, apalagi jika melihat uang, pikiran yang sakit bisa tambah sakit. Akibatnya korupsi berkembang.

Jadi bila negara ini ingin maju, maka pejabat dan rakyatnya harus sehat, baik sehat raga maupun jiwa. Mulailah dari pemimpin tertinggi di negeri, berpikiran sehatlah. Sembuhkan para pejabat yang berpikiran tidak sehat, yang tidak bekerja untuk rakyatnya. Kalau tidak sembuh, ganti dengan yang sehat.

14 April, 2011

Dari Awalnya Emang Begitu

Filed under: Uncategorized — palguno @ 1:47 PM

Rame-rame bicara tentang DPR, rame-rame mengkritik kinerja DPR, rame-rame demo tentang perilaku anggota DPR. Semuanya rame-rame memberi nilai negatif kepada DPR. Apa sebenarnya yang terjadi dengan DPR.

Di tangan DPR sebetulnya masa depan negeri ini dipegang. Mereka mendapat titipan dari rakyat untuk mengawasi jalannya pemerintahan. Mereka mendapat kepercayaan untuk menjalankan amanat dari rakyat. Rakyat Indonesia yang berjumlah 200 juta lebih mengandalkan kerja DPR demi majunya negeri ini.

Kenyataan yang terjadi jauh dari harapan. Kerja DPR banyak mendapat kritik. Mulai dari kebiasaannya yang tidak hadir dalam sidang, jalan-jalan keluar negeri, berantem dalam ruang sidang, tidur ketika sidang, sampai yang terbaru adalah ada anggota DPR yang sedang asyik menikmati video porno. Tidak kalah serunya lagi rencana pembangunan gedung baru.

Kerja DPR dianggap tidak memuaskan, namun fasilitas selalu meminta lebih. Apakah mereka lupa dengan janji-janji selama kampanye. Janji-janji manis untuk bekerja demi rakyat, meski ketika mereka terpilih, janji-janji itu tinggal kenangan. Mereka menjadi “amnesia” tentang janji-janji untuk bekerja demi rakyat.

Sebetulnya sudah tidak perlu lagi kita mempertanyakan tentang komitmen anggota dewan. Dari awal mungkin mereka tidak memprioritaskan bekerja demi rakyat. Biaya kampanye yang sangat besar, tidak jarang calon anggota DPR menjual habis harta bendanya, kalau perlu berhutang. Itu semua menunjukkan niat mereka untuk mencari untung yang sebesar-besarnya ketika terpilih sebagai anggota dewan, keuntungan untuk menggantikan biaya yang sudah terlanjur keluar.

Jadi, apa sebenarnya yang terjadi di dalam gedung DPR. Pikiran-pikiran untuk kenikmatan sendiri, fasilitas yang berlimpah, ruangan yang nyaman, kendaraan yang mewah, pakaian mentereng, itulah prioritasnya. Ibarat orang dagang, modal yang sudah dikeluarkan harus bisa diganti berlipat-lipat dalam bentuk uang maupun fasilitas.

Kembali lagi, tidak perlu meributkan tentang kinerja anggota dewan. Emang dari awalnya sudah begitu, prioritas bukan kerja demi rakyat, prioritas adalah bekerja untuk kenyamanan diri sendiri. Mudah-mudahan masih ada anggota dewan yang memprioritaskan kerja untuk rakyat.

17 Maret, 2011

Big Village: Kampung Besar yang Kampungan

Filed under: Uncategorized — palguno @ 1:26 PM

Jakarta, ibukota Indonesia, kota metropolitan. Sebagai sebuah ibukota yang menyandang gelar kota metropolitan, otomatis Jakarta mendapatkan beban yang sangat berat. Pusat pemerintahan, pusat perdagangan, pusat pertumbuhan ekonomi, dan pusat keramaian. Dengan beragamnya penduduk Jakarta yang tinggi, maka Jakarta disebut sebagai Kampung Besar (Big Village).

Dengan segala atribut kebesarannya, sudah selayaknya Jakarta adalah sebuah kota yang nyaman untuk ditempati, tertib, bersih, dan rapih tata kotanya. Namun apa yang terjadi, kenyataannya sangat bertolak belakang dengan bayangan Jakarta sebagai ibukota negara dan kota metropolitan.

Jakarta, setiap hari macet, pengendara kendaraan bermotor tidak disiplin, saling serobot, angkutan umum yang ugal-ugalan, banyak terjadi kejahatan, polusi udara yang parah, sungai yang tercemar limbah, dan lain sebagainya yang tidak menyenangkan. Bahkan Jakarta yang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi kini makin sesak dengan hiruk pikuk penduduknya yang membludak.

Tatakota yang amburadul, fasilitas umum yang tidak terawat, sistem transportasi publik yang semrawut, itulah gambaran umum yang ada di Jakarta. Tambahan lagi, banjir selalu terjadi ketika musim hujan. Bahkan saat ini, meski hujan hanya sesaat, jalanan Jakarta akan segera tergenang air. Kemacetanpun jadi makin parah.

Kesenjangan pendapatan sangat tinggi, penduduk miskin dan sangat miskin banyak, namun di jalanan kita bisa melihat orang-orang mengendarai mobil mewah menghamburkan uang di pusat perbelanjaan. Itulah Jakarta, antara si miskin dan si kaya sangat mencolok penampilannya.

Para politisi dengan berbagai hiasan dan atribut mengatasnamakan rakyat bertebaran di Jakarta. Koruptor tiap hari muncul di media massa, bertebaran di belantara ibukota. Para pejabat yang lebih mementingkan dirinya, kelompoknya, parpolnya, juga tiap hari hilir mudik di Jakarta. Istana negara dengan segala kerepotannya berdiri megah di Jakarta, kerepotan hanya untuk membangun citra para penghuninya.

Itulah Jakarta, Kampung Besar yang dikelola dengan cara “kampungan”. Kampungan karena mental para pemimpinnya tidak disiplin, tidak merakyat, tidak toleran, dan berbagai atribut kampungan lainnya. Jadi, mau sampai kapan ibukota negara akan dikelola dengan cara “kampungan”.

Laman Berikutnya »

Blog di WordPress.com.